Pemerintah kembali menelurkan istilah pembatasan baru, yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Pembatasan ini diumumkan Ketua Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Airlangga Hartarto.
Rujukan PPKM adalah UU dan PP N0mor 21 tentang PSBB. Secara teknis, pembatasan ini diatur melalui Kemendagri yang diturunkan lagi menjadi peraturan daerah (Perda).
"Instruksi Mendagri sudah diterbitkan dan beberapa gubernur akan memberikan surat edaran, yang sudah menerbitkan Bali, dan hari ini rencananya DKI," ucap Airlangga, Kamis (7/1).
PPKM akan diberlakukan di Provinsi Jawa-Bali--daerah yang menyumbang kasus corona tertinggi secara nasional. PPKM akan berlaku di kabupaten/kota mulai 11-25 Januari yang memenuhi salah satu atau seluruh kriteria sebagai berikut:
tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian nasional
tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional
kasus aktif di atas tingkat kasus aktif nasional
tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70%
Pada daerah yang memenuhi kriteria tersebut, kepala daerah harus menerbitkan peraturan yang membatasi kegiatan masyarakat.
Di antaranya:
Membatasi tempat kerja dengan work from home 75 persen
Kegiatan belajar mengajar secara daring
Sektor esensial berkaitan kebutuhan pokok masyarakat tetap beroperasi 100 persen dengan memperhatikan kapasitas dan jam buka.
Pembatasan jam buka dari kegiatan-kegiatan di pusat perbelanjaan sampai pukul 19.00
Makan minum di tempat maksimal 25 persen
Pemesanan makanan melalui take away diizinkan
Mengizinkan kegiatan konstruksi 100 persen dengan penerapan prokes yang lebih ketat
Mengizinkan tempat ibadah membatasi kapasitas 50 persen
Fasilitas umum dan kegiatan sosial budaya dihentikan sementara
Kapasitas dan jam operasional moda transportasi diatur
Airlangga menjelaskan, aturan ini bukan melarang seluruhnya kegiatan masyarakat. Namun, hanya pemberlakuan pembatasan untuk mencegah penularan virus corona di tengah masyarakat.
"Kami menyampaikan sesuai yang disampaikan kemarin di Istana, ditegaskan ini bukan pelarangan kegiatan masyarakat. Yang kedua, masyarakat tidak panik atau jangan panik," ucap Menko Perekonomian itu.
"Apa yang diatur bukan menghentikan seluruh kegiatan. Kegiatan sektor esensial, pelayanan dasar, utilitas seluruhnya bisa berjalan dan diberlakukan 11-25 Januari," jelas Airlangga.
Airlangga memastikan pembatasan wilayah Jawa-Bali tidak akan mengganggu kegiatan ekonomi dan logistik masyarakat.
"Ini adalah pembatasan, bukan pelarangan. Kalau enggak perlu, ya di rumah. Enggak perlu pelesiran karena tempat-tempat umum ditutup semua," tegasnya.
Meski pembatasan diterapkan, tempat-tempat yang esensial dan transportasi umum akan tetap beroperasi. Mobilitas antar-penerbangan juga sudah dibuat aturannya.
"Yang diatur pemerintah, di daerah ramai atau tempat berkumpul, apakah itu pasar, dine in, perkantoran," ungkap Airlangga.
Ketua Satgas COVID-19, Doni Monardo, mengatakan, langkah ini sama seperti pembatasan yang dilakukan pemerintah pada Oktober 2020. Saat itu, pemerintah mengambil kebijakan pembatasan usai lonjakan September, dan hasilnya, pada Oktober 2020, angka kasus bisa ditekan hingga 20 persen.
"Berdasarkan pengalaman bulan September ketika terjadi lonjakan kasus yang tinggi dan pemerintah menyusun pembatasan, alhamdulillah saat puncaknya Oktober minggu kedua bisa ditekan sampai 20 persen. Pada Oktober pertengahan, kasus aktif hampir mencapai 67 ribu orang dan ditekan sampai 54 ribu," kata Doni.
Kali ini, pembatasan dilakukan karena tenaga kesehatan dan rumah sakit mulai kewalahan menangani pasien COVID-19. Apalagi, ratusan tenaga kesehatan terpapar dan meninggal dunia karena COVID-19.
Pemerintah dinilai kebanyakan istilah
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengkritik keputusan pemerintah yang menggunakan istilah berbeda-beda. Padahal, sudah ada PSBB yang hanya perlu ditingkatkan lagi dalam mengatasi pandemi ini.
"Kelihatan bahwa pemerintah belum menemukan satu formulasi yang khusus terkait penanganan COVID-19 ini. Makanya selalu ada perubahan aturan. Kalau bukan perubahan aturan pemerintah pusat yang berubah, selalu justru aturan pemerintah daerah, di provinsi dan kabupaten kota," kata Saleh.
"Nah, menurut saya sebetulnya aturan itu bisa dibuat dalam skala nasional saja meskipun target sasarannya itu beda-beda, katakanlah misalnya beberapa kota tertentu yang ditunjuk," ujarnya.
Butuh 3 hal agar kebijakan PPKM bisa efektif. Yaitu penjelasan, ketegasan, dan sanksi agar ada kepatuhan dan efek jera.
"Penjelasan, ketegasan dan kalau perlu ada sanksi. Sehingga ini bukan hanya sekadar aturan saja tapi hal-hal itu," ujarnya.
Perlu adanya sanksi tegas kepada pelanggar
Anggota Komisi IX DPR, Muchamad Nabil Haroen (Gus Nabil), mendorong pemerintah untuk memberikan penghargaan dan hukuman bagi daerah yang menerapkan PPKM.
"Pemerintah dan aparat yang berwenang harus serius terhadap penghargaan (award), hukuman (punishment) dari konsekuensi kebijakan. Jika ada kawasan yang dari pemerintahan daerah dan warganya taat protokol serta berhasil menurunkan persebaran COVID-19, harus diapresiasi," kata Gus Nabil.
"Sedangkan mereka yang melanggar aturan terkait PSBB juga harus ada konsekuensi berupa denda atau hal lain yang mengikat. Jika tidak, aturan hanya akan kosong semata," lanjutnya.
Senada, anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo, mengingatkan pemerintah pentingnya melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang diambil untuk menekan penyebaran COVID-19.
"Ternyata di dalam daerah-daerah itu evaluasi banyak yang abai. Saya kira harus ambil tindakan tegas lewat aturan turunan, ya. Ada sanksinya," ujarnya.
"Kita evaluasi, syukur kalau sesuai harapan. Tapi kalau tidak efektif pemerintah harus lebih tegas lagi. Dengan apa? Aturan harus ditambah dengan sanksi lebih tegas," pungkasnya.
Daerah-daerah yang bakal dibatasi, yaitu:
DKI Jakarta: seluruh DKI
Jabar yang bersinggungan dengan Jabodetabek: Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi
Banten: Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangsel (Tangerang Raya).
Jabar di luar Jabodetabek: Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi
Jateng: Semarang Raya, Solo Raya, Banyumas Raya
Yogyakarta: Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman, Kulonprogo
Jatim: Malang Raya, Surabaya Raya
Bali: Kota Denpasar, Kabupaten Denpasar, Kabupaten Badung